Sejak Sarekat Islam didirikan pada 16 Oktober 1905 di Solo, dan kemudian diresmikan melalui notaris pada tanggal 10 September 1912. Sarekat Islam telah meletakkan dasar perjuangan atas tiga prinsip, yaitu:
Asas agama Islam sebagai dasar perjuangan organisasi
Asas kerakyatan sebagai dasar himpunan organisasi
Asas sosial ekonomi sebagai usaha meningkatkan kesejahteraan rakyat yang umumnya berada dalam taraf kemiskinan dan kemelaratan.
Selanjutnya dari ketiga asas dasar Sarekat Islam, dapat diperoleh alasan penetapan ketiganya. Pertama, asas agama Islam, berdasarkan pernyataan langsung dari HOS. Tjokroaminoto alasan pengambilan asas agama Islam dalam dasar Sarekat Islam adalah sebagai berikut “Memang Sarekat Islam memakai nama agama sebagai ikatan persatuan bangsa, buat mencapai cita-cita sebenarnya, dan agama tidak akan menghambat tujuan itu.”
Founding father Sarekat Islam pada dasarnya sudah menyadari bahwa penjajah tidak dapat dihancurkan kecuali dengan iman dan takwa kepada Allah. Oleh karena itu umat Islam harus dipersatukan untuk memelihara kehormatan dan harga diri mereka. Umat Islam harus dihimpun dalam satu wadah demi memelihara harga diri mereka sendiri, dan membebaskan diri dari perbudakan Belanda.
Kedua, asas kerakyatan, penderitaan yang dialami oleh seluruh lapisan rakyat akibat kekejaman Belanda, menjadi salah satu alasan Haji Samanhudi mendirikan organisasi ini. Pada tahun 1906 kata “dagang” dibuang dari nama organisasi, karena dianggap kurang tepat jika Sarekat Islam ingin mencangkup seluruh lapisan masyarakat. Ide dan asas perjuangan Sarekat Islam adalah ide dan asas kerakyatan. Sarekat Islam berjuang untuk rakyat miskin dan hidup sengsara. Meskipun para pemimpin SI kebanyakan berasal dari keturunan bangsawan, namun tidak menjadi halangan bagi mereka untuk melenyapkan kemiskinan dari tanah air.
Ketiga, asas sosial ekonomi, pada masa itu Belanda memberikan fasilitas dan monopoli perdagangan kepada orang Cina yang mempunyai kedudukan sebagai warga negara kelas dua atau dikenal dengan istilah Vreemde Oorterlingen (golongan timur asing). Fasilitas dan monopoli yang diterima orang-orang Cina tidak didapatkan para pedagang bumi putra, akibatnya penguasaha-pengusaha bumi putra tidak mampu bersaing dengan pengusaha-pengusaha Cina.
Melihat realitas yang sedemikian rupa, Haji Samanhoedi dan Tjokroaminoto memandang untuk menghadapi monopoli kelompok Cina, seluruh potensi nasional khususnya muslim harus dikerahkan untuk mempertahankan hak dan martabat bangsa Indonesia. Ketiga aspek dasar ini terlihat jelas dalam perjalanan Sarekat Islam, karena ketiga aspek ini selalu diamalkan organisasi selama masa pergerakan nasional.