SoluSI.info – “Bij God, bij Zijn Profeet, ik zal aan niemand iets vertellen over de inwendige aangelegenheden van de afdeeling B zelfs niet aan S.I. leden”
( Demi Allah dan Rasul-Nya, Aku tak akan memberitahu siapa pun, apa pun tentang urusan Afdeeling B, sekalipun kepada anggota S.I ).”
Abstraksi
Afdeling B sebuah pertunjukan teater bergenre realis saduran dari Novel Salah Asuhan karya Abdoel Moeis bukan hanya menyajikan cerita post kolonialisme dengan konflik adat beserta eksistensial dari para tokoh didalamnya melainkan menyuguhkan sisi lain dari latar belakang si penulis ( Abdoel Moeis ) melalui rasa kebatinan perjalanan hidupnya dalam kancah pergerakan menuju bangsa merdeka, berdaulat di negerinya sendiri. Abdoel Moeis pun harus menerima hukuman passenstelsel dari pemerintah kolonial Hindia Belanda sebagai orang yang paling bertanggungjawab atas aksi pemogokan dan amuk massa di setiap daerah yang dikunjunginya, orang-orang eropa menjadi marah terutama pendukung anti politik etis, kini dia terkurung, terisolasi dan selalu diawasi karena sepak terjangnya dianggap berbahaya.
Abdoel Moeis tetap melawan, melalui kata lewat karya kesusastraan Moeis menyampaikan pesan simbolik bernada “protes”, salah satunya novel Salah Asuhan mengisahkan seorang pemuda bernama Hanafi lebih menyukai budaya eropa ketimbang mengakrabi petuah ninik mamak dalam tradisi budaya minang tempat Hanafi dilahirkan. Hanafi lebih memilih Corrie du bussee, wanita berkebangsaan Prancis ketimbang Rapiah perempuan pilihan ibunya walau sempat dinikahi dan dikarunia seorang anak lelaki bernama Syafei, Hanafi kerap memperlakukan Rapiah sebagaimana halnya memandang kaum rendahan, mereka termasuk ibunya Hanafi dicampakan begitu saja sampai Hanafi memilih pergi dan berganti kebangsaan.
Kehidupan perkawinan Hanafi dan Corrie begitu dramatik, pertengkaran dengan corrie pun tak bisa dielakan, Corrie memilih pergi meninggalkan Hanafi untuk keduakalinya dan mengabdi di tempat asrama yatim piatu, Corrie pun jatuh sakit dan meninggal dunia. Hanafi begitu terpukul dan akhirnya kembali ke kampung halaman. Namun di kampung halamannya Hanafi tidak dapat diterima oleh keluarga Rapiah begitu pun masyarakat minang yang masih memendam rasa luka atas penghinaan merendahkan tradisi budaya minang, adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah.
Merasa tak memeiliki harapan dan kehormatan, Hanafi putus asa dan memilih mengakhiri hidupnya dengan tragis.
Rentang Peristiwa
Rentang waktu tahun 1919 – 1923 jejak aktivitas politik Abdoel Moeis selalui diwarnai propaganda di setiap openbaar untuk melakukan perlawanan maupun pemogokan. Hal ini akibat atas kebijakan pemerintah Hindia Belanda menerapkan kebijakan belasting (pajak) dan hereendiest (kerja paksa). Pemberontakan rakyat Salumpaga di Toli-Toli, Peristiwa Cimareme di Garut, pemogokan buruh pegadaian di Yogyakarta dan peristiwa di daerah lainnya buntut dari aksi protes atas kebijakan pemerintah kolonial yang telah membawa penderitaan rakyat.
Maka di mungkinkan perlu pengorganisasian aksi massa yang bersifat tertutup dan rahasia, Afdeling B namanya, sebagai biro khusus di luar struktur organisasi Sarekat Islam. Sosrokardano sebagai petinggi elit Central Sarekat Islam mengetahui dan mendukung gerakan biro rahasia ini, begitu pun Abdoel Moeis sepertinya tahu karena pola gerakannya tidak jauh berbeda terhadap apa yang ia lakukan.
Novel Salah Asuhan bisa jadi oleh Abdoel Moeis sebagai semiotik di masanya bukankah gerakan massa yang dipelopori Afdeling B menorehkan sejarah radikalisme tanpa kontrol dari induk organisasi utamanya (Sarekat Islam), bukankah Idenburg juga salah mengasuh Sarekat Islam menjadikannya organisasi ini bertumbuh besar dengan jumlah pengikut 2,5 juta anggota, bukankah pemerintah kolonial juga salah mengasuh Abdoel Moeis menjadi anggota komite indie weerbaar namun Moeis adalah aktor bagian dari peristiwa rakyat melakukan perlawanan. Abdoel Moeis pun dicap pengkhianat oleh pemerintah yang berkuasa saat itu.
Titik Perjumpaan
Gerakan progresif perlawanan rakyat kala itu lebih banyak ditilik sebagai embrio dari gerakan kiri, penilaian itu didasarkan atas sikap Tjokroaminoto memimpin Sarekat Islam saat memainkan etik diplomasi dianggap lembek ketimbang gerakan progresif yang dibangun oleh Semaun dengan aksi-aksi pemogokan dan pembangkangan.
Afedeling B setidaknya bisa dijadikan potret bahwa kanan, kiri dan tengah bergerak bersama sebagai arus perjumpaan melawan kolonialisme, kalau toh pada akhirnya titik perjumpaan tidak mengekalkan selamanya untuk bersama tidaklah mengapa karena konteks masa itu penuh ketidakpastian. Dan ketidakpastian sesungguhnya adalah kepastian yang mesti diterima oleh akal budi.
Pertunjukan teater Afdeling B mengungkap sisi terang dan gelap peristiwa masa itu dengan plot cerita disadur dari sebuah novel yang dituliskan saat pemerintah memasang mata dan membatasi ruang gerak Abdoel Moeis.
Semoga pada waktu yang diijinkan oleh Nya, sejak penggarapan pra produksi dan produksi Afedling B di masa pandemi, pilihan bulan nopember sebagai waktu pentas dapat terealisasikan secara luring.
Semoga !
( Saduran Novel Salah Asuhan Karya Abdoel Moeis )
Karya/sutradara : Agustian