KAJIAN REGLEMENT UMUM BAGI UMAT ISLAM “PETUNJUK KEADILAN DAN PERSAKSIAN”

Materi Pengajian Selapanan Ahad Kliwon PAC SI Banjarnegara

di Aula DPC SI Banjarnegara, Ahad, 7 Rajab 1444 H

Oleh: Aris Budiyanto* 

Pengantar

Terhitung sudah hampir tujuh bulan sejak mulai 8 Juli 2022 hingga bulan Pebruari 2023 rakyat Indonesia disibukkan perhatiannya pada kasus besar pembunuhan Brigadir Joshua dengan pihak tersangka Irjen Ferdy Sambo, Brigadir Ricky Rizal, Kuat Ma’ruf dan Putri Candrawathi. Persidangan disajikan dengan pimpinan sidang hakim, penuntut jaksa menghadirkan terdakwa, saksi-saksi dan pengacara. Semuanya itu untuk mendapatkan nilai keadilan baik dari sisi keluarga korban yang menuntut keadilan, pihak terdakwa yang tidak begitu saja menyerah menerima tuntutan jaksa dan yang lebih penting lagi adalah terciptanya tatanan sosial masyarakat yang berkeadilan.

Pengertian Keadilan

Islam adalah agama paripurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, yang tidak berorientasi kepada kehidupan dunia atau akhirat saja, akan tetapi kepada keseimbangan antara keduanya. Berbicara tentang keseimbangan, berarti kita sudah masuk pada ranah keadilan. Apa itu keadilan? dan bagaimanakah keadilan dalam Islam? bagaimana keadilan dapat diwujudkan di masyarakat?

Secara etimologis atau ilmu bahasa al-‘adl bermakna al-istiwa (lurus), bermakna juga jujur, adil, seimbang, sama, sesuai, sederhana dan moderat. Secara terminologis atau istilah adil berarti mempersamakan sesuatu dengan yang lain, baik dari segi nilai maupun dari segi ukuran, sehingga sesuatu itu menjadi tidak berat sebelah dan tidak berbeda satu sama lain. Adil juga berarti berpihak atau berpegang kepada kebenaran.

Dalam al-Qur’an kata “adil” disebutkan dalam tiga jenis kata. Pertama, al-adl disebut sebanyak 28 kali. Kedua, al-qisth disebut sebanyak 27 kali, dan ketiga al-mizan yang mengandung makna yang relevan dengan keduanya disebut 23 kali. Quraish Shihab mengatakan bahwa paling tidak ada empat makna keadilan yaitu sama, seimbang, perhatian dan pemberian terhadap hak-hak individu serta keadilan ilahi untuk mendapatkan rahmat Nya.

Pengertian Saksi

Saksi adalah orang yang diperlukan pengadilan untuk memberikan keterangan yang berkaitan dengan suatu perkara, demi tegaknya hukum dan tercapainya keadilan dalam pengadilan. Tidak dibolehkan bagi saksi memberikan keterangan palsu. Ia harus jujur dalam memberikan kesaksiannya. Karena itu, seorang saksi harus terpelihara dari pengaruh atau tekanan, baik yang datang dari luar maupun dari dalam sidang peradilan.

Petunjuk Dalam Keadilan dan Persaksian

Menurut HOS Cokroaminoto di dalam Reglemen Umum Bagi Umat Islam Bab IV Petunjuk keadilan dan Kelakuan Jejak menyatakan bahwa “Umat islam haruslah berlaku adil, dan apabila bertindak sebagai saksi hanya karena Alloh semata, tidak menyimpang serambutpun dari kebenaran, walaupun ada tali persaudaraan, perasaan cinta, perasaan takut, perasaan kasihan ataupun ada maksud keuntungan, sekalipun saksi itu terhadap atau menentang dirinya sendiri”. Alloh berfirman di dalam Q.S. An Nisa:135

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاۤءَ لِلّٰهِ وَلَوْ عَلٰٓى اَنْفُسِكُمْ اَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ ۚ اِنْ يَّكُنْ غَنِيًّا اَوْ فَقِيْرًا فَاللّٰهُ اَوْلٰى بِهِمَاۗ فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوٰٓى اَنْ تَعْدِلُوْا ۚ وَاِنْ تَلْوٗٓا اَوْ تُعْرِضُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرًا

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan dan saksi karena Allah, walaupun kesaksian itu memberatkan dirimu sendiri, ibu bapakmu, atau kerabatmu. Jika dia (yang diberatkan dalam kesaksian) kaya atau miskin, Allah lebih layak tahu (kemaslahatan) keduanya. Maka, janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang (dari kebenaran). Jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau berpaling (enggan menjadi saksi), sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan.”

Perilaku Keadilan

Abu Bakar Jabir Al-Jazari di dalam kitab Minhajul Muslimin (2002: 235), menyatakan bahwa Adil itu mempunyai perilaku-perilaku yang baik sekali, diantaranya adalah sebagai berikut:

  • Adil kepada Alloh SWT dengan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dalam menyembah-Nya, dan sifat-sifat-Nya, taat kepada-Nya, zdikir kepada-Nya dan bersyukur kepada-Nya.
  • Adil dalam memberikan keputusan hukum kepada manusia dengan memberikan hak kepada pemiliknya. Menegakkan keadilan hukum, kendati pada diri dan keluarga kita sendiri. Ketegasan tanpa pandang bulu inilah yang juga diteladankan Nabi Muhammad Saw. Diriwayatkan, pada masa beliau, seorang perempuan dari keluarga bangsawan Suku al-Makhzumiyah bernama Fatimah al- Makhzumiyah ketahuan mencuri emas. Pencurian ini membuat jajaran pembesar Suku al-Makhzumiyah gempar dan sangat malu. Apalagi, jerat hukum saat itu mustahil dihindari, karena Nabi Muhammad Saw sendiri yang menjadi hakim- nya. Bayang-bayang Fatimah al-Makhzumiyah akan menerima hukum potong tangan.

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوْٓا اَيْدِيَهُمَا جَزَاۤءًۢ بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ

“Laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana”

Hal itu terus menghantui mereka. Dan jika hukum potong tangan ini benar-benar diterapkan, mereka akan menanggung aib maha dahsyat. Dalam pandangan mereka seorang keluarga bangsawan tidak layak memiliki cacat fisik. Lobi-lobi politis pun digalakkan supaya hukum potong tangan itu bisa diringankan atau bahkan diloloskan sama sekali dari Fatimah al Makhzumiyah. Uang emas dihamburkan untuk upaya itu. Puncaknya, Usamah bin Zaid, cucu Nabi Muhammad Saw dari anak angkatnya yang bernama Zaid bin Haritsah, lantas dinobatkan sebagai pelobi oleh Suku al-Makzumiyah. Kenapa Usamah? Karena Usamah adalah cucu yang sangat disayangi Nabi. Melalui orang kesayangan Nabi ini, diharapkan lobi itu akan menemui jalan mulus tanpa rintangan apapun, sehingga upaya meloloskan Fatimah dari jerat hukum bisa tercapai. Apa yang terjadi? Upaya lobi Usamah bin Zaid, orang dekatnya, itu justru mendulang penolakan keras dari Nabi Muhammad Saw, bukannya simpati. Ketegasan Nabi dalam menetapkan hukuman tak dapat ditawar sedikitpun, oleh orang dekatnya. Untuk itu, Nabi lantas berkata lantang rusaknya orang-orang terdahulu, itu karena ketika yang mencuri adalah orang terhormat, maka mereka melepaskannya dari jerat hukum. Tapi ketika yang mencuri orang lemah, maka mereka menjeratnya dengan hukuman. Saksikanlah! Andai Fatimah binti Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya. Itulah ketegasan Nabi dalam menegakkan hukum, meskipun pada orang yang paling disayanginya.

  • Adil di antara istri-istrinya dan anak-anak dengan tidak melebihkan salah satu istri atas istri-istri yang lain, atau salah satu anak atas anak-anaknya yang lain.
  • Adil dalam perkataan dengan tidak bersaksi dengan kesaksian palsu dan tidak dikatakan sebagai orang pembohong. Syarat-syarat menjadi saksi adalah: sudah dewasa atau baligh sehingga dapat membedakan antara yang hak dan batil, berakal, merdeka (bukan seorang hamba sahaya). Alloh SWT berfirman di dalam Q.S. At Talaq:2

فَاِذَا بَلَغْنَ اَجَلَهُنَّ فَاَمْسِكُوْهُنَّ بِمَعْرُوْفٍ اَوْ فَارِقُوْهُنَّ بِمَعْرُوْفٍ وَّاَشْهِدُوْا ذَوَيْ عَدْلٍ مِّنْكُمْ وَاَقِيْمُوا الشَّهَادَةَ لِلّٰهِ ۗذٰلِكُمْ يُوْعَظُ بِهٖ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ ەۗ وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مَخْرَجًا ۙ

“Apabila mereka telah mendekati akhir idahnya, rujuklah dengan mereka secara baik atau lepaskanlah mereka secara baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil dari kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Yang demikian itu dinasihatkan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman kepada Allah dan hari akhir. Siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya

Untuk dapat dikatakan sebagai orang yang adil, saksi harus memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut: menjauhkan diri dari perbuatan dosa besar, menjauhkan diri dari perbuatan dosa kecil, menjauhkan diri dari perbuatan bid’ah, dapat mengendalikan diri dan jujur saat marah dan erakhlak mulia.

Mengajukan kesaksian secara suka rela tanpa diminta oleh orang yang terlibat dalam suatu perkara termasuk akhlak terpuji dalam Islam. Kesaksian yang demikian ini merupakan kesaksian murni yang belum dipengaruhi oleh persoalan lain. Rasulullah bersabda:

أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِخَيْرِ الشُّهَدَاءِ الَّذِي يَأْتِي بِشَهَادَتِهِ قَبْلَ أَنْ يُسْأَلَهَا

“Maukah kalian aku beritahu tentang sebaik-baik saksi? ia adalah orang yang menyampaikan kesaksiannya sebelum diminta” (HR. Muslim)

  • Adil dalam keyakinan dengan tidak menyakini kecuali kebenaran, kejujuran, dan dirinya tidak dipuji dengan sesuatu yang tidak ada pada dirinya.

Menegakkan Keadilan di Masyarakat

Menurut Abdullah bin Qasim Al Wasyli dalam bukunya Syarah Ushul ‘Isyrin (2018: 52), tentang Islam adalah Keadilan menyatakan bahwa dalam menegakkan prinsip dan keadilan di tengah masyarakat, islam menggunakan konsep dan metodologi Pendidikan yang mendidik umat untuk menyakini prinsip keadilan dengan keyakinan setingkat ideologi dalam hati orang yang beriman. Hal ini dilakukan dengan mensosialisasikannya, mempropagandakannya, memerintahkannya, mendorong umat untuk komitmen dengannya, memringatkan agar mereka tidak meninggalkannya, dan membentuk karakter umat dengannya melalui penerapan dan pengamalannya

Rasululloh SAW beliau gembirakan umat dengan keadilan, mempropagandakan, dan menerapkannya selama hidup Rasululloh SAW, memulai dengan dirinya sendiri sebagai contoh hingga konsep keadilan itu memasyarakat dan mereka tidak enggan lagi menuntut keadilan itu baik salah maupun benar. Dalam kisah Dzil Khuwaishirah Attamimi pada waktu perang Hunain, reaksi kaum Anshar kepada Rasululloh SAW tentang pembagian harta rampasan perang  pada perang Hunain, dalam kerelaan Rasululloh SAW u tuk mendapat balasan (qishas) dalam perang Badar, bahkan dalam tuntutan qishas dari beliau SAW saat sakit menjelang wafatnya, terdapat saksi yang sangat kuat dan bukti yang sangat nyata.

Dalam perjalanan hidup khulafaurrasyidin terdapat contoh-contoh keadilan yang memperhatikan aspek-aspek persamaan dan kesetaraan kemudian hidup sebuah idealisme. Diantara pernyataan khalifah Abu Bakar  r.a. adalah, “Orang yang lemah diantara kalian adalah kuat bagiku hingga aku mengambilkan hak untuknya, sedang orang yang kuat di antara kalian adalah lemah bagiku hingga aku mengambil hak darinya”.

 Keutamaan Perilaku Adil

Seorang muslim yang bertindak adil dalam ucapan dan perbuatan hingga membuahkan akhlak adil. Hasilnya, keluarlah darinya ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan adil dan jauh dari kezdaliman. Ia menjadi orang yang tidak tertarik kepada hawa nafsu, tidak condong kepada syahwat, dan tidak cinta dunia. Keutamaan perilaku adil adalah sebagai berikut:

  1. Ditempatkan disisi Alloh pada mimbar yang bercahaya.

Sebagaimana sabda Rasululloh SAW:

وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اِنَّ الْمُقْسِطِيْنَ عِنْدَاللَّهِ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُوْرٍ عَنْ يَمِسْنِ الرَّحْمَنِ وَكِلْتَايَدَيْهِ يَمِيْنُ الَّذِيْنَ يَعْدِلُوْنَ فِى حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيْهِمُ وَمَاوُلُّوا.

“Sesungguhnya orang-orang yang adil kelak di sisi Allah berada di tempat-tempat yang tinggi (mimbar) yang terbuat dari cahaya, di sebelah kanan Zat Yang Maha Pengasih. Kedua tangannya merupakan tangan kanan orang-orang yang adil dalam keputusan mereka, keluarga mereka dan apa-apa yang dikuasakan kepada mereka.” (HR. Muslim dan Nasai).

  1. Dinaungi Alloh besok pada hari kiamat.

Sebagaimana sabda Rasululloh SAW:

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِيْ ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: اَلْإِمَامُ الْعَادِلُ، وَشَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ اللهِ ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْـمَسَاجِدِ ، وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللهِ اِجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ ، وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ ، فَقَالَ : إِنِّيْ أَخَافُ اللهَ ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ

“Ada tujuh golongan yang dinaungi Allah pada hari kiamat, pada saat tiada naungan kecuali naungan-Nya: (1) pemimpin yang adil, (2) seorang pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah kepada Allah, (3) seorang yang hatinya bergantung ke masjid, (4) dua orang yang saling mencintai di jalan Allah, keduanya berkumpul karena-Nya dan berpisah karena-Nya, (5) seorang laki-laki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik, lalu ia berkata, ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah. “Dan (6) seseorang yang bersedekah dengan satu sedekah lalu ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfakkan tangan kanannya, serta (7) seseorang yang berzikir kepada Allah dalam keadaan sepi lalu ia meneteskan air matanya.” (HR Bukhari, Muslim, Malik, an-Nasa’i, dan lainnya).

(Penulis adalah Wakil Direktur Pusat Kajian Islam dan Kebangsaan (PeKIK) Kabupaten Banjarnegara).

Bagikan info ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *