PETUNJUK KEBENARAN PERKATAAN, KAJIAN REGLEMENT UMUM BAGI UMAT ISLAM

Materi Pengajian Selapanan Ahad Kliwon PAC SI Banjarnegara di Aula DPC SI Banjarnegara, Ahad, 12 Syaban 1444 H

Oleh: Aris Budiyanto*

Pendahuluan

Kejujuran dan keadilan adalah ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Karena kejujuran tidak akan terwujud tanpa adanya keadilan dan begitu pula keadilan tidak akan tercapai tanpa adanya kejujuran. Seseorang tidak mungkin dikatakan adil, kalau ia tidak memiliki sifat jujur, demikian juga seseorang tidak mungkin dikatakan jujur, kalau ia tidak memiliki sifat adil.

Difinisi kebenaran/kejujuran

Jujur bermakna kesesuaian antara berita dengan kenyataan. Kejujuran lahir dari batinnya, disampaikan sesuai ucapannya dan dilakukan sesuai perbuatannya. Seorang yang berbuat riya’ tidaklah dikatakan jujur karena telah menampakkan sesuatu yang berbeda dengan apa yang ada di dalam batinnya. Seorang munafik tidaklah dikatakan sebagai seorang yang jujur karena dia menampakkan dirinya sebagai seorang yang bertauhid, padahal dia mengingkarinya. Hal yang sama berlaku juga pada pelaku bid’ah, secara lahiriah tampak sebagai seorang pengikut Nabi, tetapi hakikatnya dia menyelisihi beliau.

Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah menjelaskan “as-shidq (kejujuran), yaitu kedudukan agung, kedudukan para shalihin dan jalan yang lurus. Barangsiapa tidak berjalan di atasnya, maka mereka akan binasa. Dengannya dapat dibedakan antara orang munafik dengan orang beriman, para penghuni Surga dan para penghuni Neraka. Kejujuran ibarat pedang Allah di muka bumi, tidak ada sesuatu pun yang diletakkan di atasnya melainkan akan terpotong olehnya. Dan tidaklah kejujuran menghadapi kebathilan melainkan ia akan melawan dan mengalahkannya serta tidaklah ia menyerang lawannya melainkan ia akan menang. Barangsiapa menyuarakannya, niscaya kalimatnya akan terdengar keras mengalahkan suara musuh-musuhnya. Kejujuran merupakan ruh amal, penjernih keadaan, penghilang rasa takut dan pintu masuk bagi orang-orang yang akan menghadap Rabb Yang Mahamulia. Kejujuran merupakan pondasi bangunan agama Islam dan tiang penyangga keyakinan. Tingkatannya berada tepat di bawah derajat kenabian yang merupakan derajat paling tinggi di alam semesta, dari tempat tinggal para Nabi di Surga mengalir mata air dan sungai-sungai menuju ke tempat tinggal orang-orang yang benar dan jujur. Sebagaimana dari hati para Nabi ke hati-hati mereka di dunia ini terdapat penghubung dan penolong.”

Petunjuk kebenaran/kejujuran

Hadji Oemar Said Tjokroaminoto di dalam Reglement Umum bagi Umat Islam pada Bab V menyampaikan bahwa “umat islam haruslah perbuatannya sesuai dengan perkataannya yang difirmankan oleh Alloh SWT didalam Q.S. As Shaff: 2-3”

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لِمَ تَقُوْلُوْنَ مَا لَا تَفْعَلُوْنَ كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللّٰهِ اَنْ تَقُوْلُوْا مَا لَا تَفْعَلُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Sangat besarlah kemurkaan di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan.”

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat di atas merupakan pengingkaran Alloh SWT terhadap orang yang menetapkan suatu janji atau mengatakan suatu ucapan akan tetapi ia tidak memenuhinya.

Dari Abdullah bin ‘Amr r.a. menyampaikan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا ، وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ

“Ada empat tanda, jika seseorang memiliki empat tanda ini, maka ia disebut munafik tulen. Jika ia memiliki salah satu tandanya, maka dalam dirinya ada tanda kemunafikan sampai ia meninggalkan perilaku tersebut, yaitu: jika diberi amanat, khianat; jika berbicara, dusta; jika membuat perjanjian, tidak dipenuhi; jika berselisih, dia akan berbuat zalim”.

Imam Ahmad dan Abu Dawud telah meriwayatkan dari Abdullah bin Amir bin Rabi’ah, ia menuturkan: “Rasululloh SAW pernah mendatangi kami, Ketika itu aku masih kecil. Kemudian aku pergi untuk bermain, maka ibuku berkata kepadaku: “Wahai Abdulloh, kemarilah aku akan memberimu sesuatu. “Maka Rasululloh SAW berkata kepadanya, lalu beliau bersabda: “Tahukah engkau, jika engkau tidak melakukannya, maka telah ditetapkan bagimu dusta.

Alloh SWT berfirman di dalam Q.S. At Taubah: 119

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَكُوْنُوْا مَعَ الصّٰدِقِيْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tetaplah bersama orang-orang yang benar!”

Yang dimaksud “Bersama orang-orang yang benar” menurut Abdullah bin Umar “yaitu bersama Nabi Muhammad SAW dan juga para sahabar r.a”. Selanjutnya Ibnu Katsir menjelaskan bahwa berbuatlah jujur dan tetaplah dalam kejujuran, niscaya kalian termasuk golongan orang-orang yang berbuat jujur dan akan selamat dari berbagai kebinasaan. Dan Alloh SWT akan memberikan keberuntungan kepada kalian dalam segala urusan, serta memberikan jalan keluar.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud r.a. bahwa Rasululloh SAW bersabda:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْد رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِيْ إِلَى الْبِرِّ ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِيْ إِلَى الْجَنَّةِ ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيْقًا ، وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ ، فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِيْ إِلَى الْفُجُوْرِ ، وَإِنَّ الْفُجُوْرَ يَهْدِيْ إِلَى النَّارِ ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا

Hendaklah kamu semua bersikap jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan membawa ke sorga. Seseorang yang selalu jujur dan mencari kejujuran akan ditulis oleh Allah sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah sifat bohong, karena kebohongan membawa kepada kejahatan dan kejahatan membawa ke neraka. Orang yang selalu berbohong dan mencari-cari kebohongan akan ditulis oleh Allah sebagai pembohong

Alloh berfirman di dalam Q.S. Al Ahzab:35

اِنَّ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمٰتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِ وَالْقٰنِتِيْنَ وَالْقٰنِتٰتِ وَالصّٰدِقِيْنَ وَالصّٰدِقٰتِ وَالصّٰبِرِيْنَ وَالصّٰبِرٰتِ وَالْخٰشِعِيْنَ وَالْخٰشِعٰتِ وَالْمُتَصَدِّقِيْنَ وَالْمُتَصَدِّقٰتِ وَالصَّاۤىِٕمِيْنَ وَالصّٰۤىِٕمٰتِ وَالْحٰفِظِيْنَ فُرُوْجَهُمْ وَالْحٰفِظٰتِ وَالذّٰكِرِيْنَ اللّٰهَ كَثِيْرًا وَّالذّٰكِرٰتِ اَعَدَّ اللّٰهُ لَهُمْ مَّغْفِرَةً وَّاَجْرًا عَظِيْمًا

“ Sesungguhnya muslim dan muslimat, mukmin dan mukminat, laki-laki dan perempuan yang taat, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan penyabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kemaluannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, untuk mereka Allah telah menyiapkan ampunan dan pahala yang besar.”

Menurut Ibnu Kastir yang dimaksud “laki-laki dan perempuan yang benar” adalah dalam masalah perkataan. Untuk itu para sahabat r.a. tidak pernah bohong, baik pada masa jahiliyah dan juga pada masa islam.

Bentuk Kebenaran

Menurut Abu Bakar Jabir Al Jazairi di dalam Kitab Minhajul Muslimin hal 245 menjelaskan bahwa bentuk kebenaran dibagi menjadi lima yaitu:

  1. Benar dalam tutur kata (shidqu al-lisan)

Seorang muslim tidak berkata kecuali dengan benar. Jika memberikan informasi baik secara langsung atau tidak langsung (melalui media elektronik) disampaikan dengan benar. Penyampaian yang tidak benar (bohong) adalah bukti kemunafikan.

  1. Benar dalam pergaulan sehari-hari (shidq al-mu’amalah)

Seorang muslim dalam bergaul tidak menipu, tidak mengibuli, tidak memalsukan dalam kondisi apapun.

  1. Benar dalam keinginan (shidqu an-niyyah wa al-`azm)

Seorang muslim dalam mengerjakan sesuatu tidak ragu-ragu di dalamnya, dan melakukan tanpa memperdulikan yang lain hingga ia berhasil menyelesaikan pekerjaannya.

  1. Benar dalam janji (shidqu al-wa’ad)

Seorang muslim dalam berjanji harus menepati, karena tidak menepati janji adalah tanda-tanda orang munafik.

  1. Benar dalam penampilan (shidqu al-hal)

Seorang muslim tidak menampilkan selain penampilannya, tidak memperlihatkan sesuatu yang bertentangan dengan batinnya, tidak mengenakan pakaian kepalsuan, tidak riya’, dan tidak memaksakan diri terhadap sesuatu yang tidak mampu ia kerjakan.

Keutamaan Kebenaran

Menurut Abu Bakar Jabir Al Jazairi di dalam Kitab Minhajul Muslimin hal 244 menjelaskan bahwa bentuk keutamaan kebenaran adalah:

  1. Hati tenang dan jiwa menjadi tentram

Rasululloh SAW bersabda dalam sebuah hadis riwayat Tirmidzi yaitu:

فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِيْنَةٌ وَإِنَّ الْكَذِبَ رِيْبَةٌ.

“Karena sesungguhnya kebenaran adalah ketentraman dan dusta adalah keraguan.”

  1. Keberkahan dalam usaha dan penambahan kekayaan

Rasululloh SAW bersabda dalam sebuah hadis riwayat Abu Dawud

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَارِثِ عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَفْتَرِقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِى بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتِ الْبَرَكَةُ مِنْ بَيْعِهِمَا. قَالَ أَبُو دَاوُدَ حَتَّى يَتَفَرَّقَا أَوْ يَخْتَارَ. – رواه أبو داود

“Dari Abdillah bin al-Harits, dari Hakim bin Hizam bahwasanya Rasulullah saw bersabda: Dua orang yang melakukan jual beli mempunyai hak khiyar dalam jual belinya selama mereka belum berpisah,jika keduanya jujur dan keduanya menjelaskannya (transparan), niscaya diberkahi dalam jual beli mereka berdua, dan jika mereka berdua menyembunyikan atau berdusta, niscaya akan dicabut keberkahan dari jual beli mereka berdua. Abu Dawud berkata “sehingga mereka berdua berpisah atau melakukan jual beli dengan akad khiyar.” (HR. Al-Bukhari-Muslim dan imam ahli hadis lainnya

  1. Mendapatkan kedudukan syuhada

Rasululloh SAW bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Muslim yaitu:

عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ سَأَلَ اللَّهَ الشَّهَادَةَ مِنْ قَلْبِهِ صَادِقًا بَلَّغَهُ اللَّهُ مَنَازِلَ الشُّهَدَاءِ وَإِنْ مَاتَ عَلَى فِرَاشِهِ

“Dari Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa yang memohon mati syahid kepada Allah dengan jujur dari dalam hatinya, maka Allah akan memberinya pahala syuhada meskipun ia meninggal di atas Kasur.”

  1. Selamat dari kesulitan

Dikisahkan seseorang kabur dan berlindung di rumah orang sholeh. Orang yang kabur tersebut berkata “Rahasiakanlah aku dari orang-orang yang mencariku”. Orang sholeh berkata: “Tidurlah engkau di sini. Kemudian orang sholeh itu menutupi orang yang kabur dengan dedaunan pohon kurma. Ketika para pencari orang tersebut dating kepada orang sholeh dan menanyakan orang yang kabur tersebut kepadanya, orang yang sholeh itu berkata “Ia berkata di bawah tumpukan dedaunan pohon kurma itu.” Mereka menduga orang sholeh tersebut menghinanya, kemudian mereka pergi dari orang tersebut. Walhasil, orang yang kabur tersebut selamat berkat kejujuran orang sholeh tersebut.

Kesimpulan

Sebagai seorang muslim harus berjuang sekuat tenaga bersungguh-sungguh untuk selalu berkata benar, bertindak benar untuk meraih keutamaan kebenaran dan menggapai ridho Alloh SWT. Seorang muslim snantiasa memohon kepada Alloh agar terhindar dari sifat munafi sebagaimana  Nabi Muhammad SAW berdoa sesuai hadis riwayat Al-Hakim

 اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْفَقْرِ وَالْكُفْرِ ، وَالْفُسُوقِ ، وَالشِّقَاقِ ، وَالنِّفَاقِ ، وَالسُّمْعَةِ ، وَالرِّيَاءِ

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kefakiran, kekufuran, kefasikan, kedurhakaan, kemunafikan, sum’ah, dan riya.”
Semoga Alloh menguatkan langkah dan usaha amal kita, Amiin.

*) Penulis adalah Wakil Direktur

Pusat Kajian Islam dan Kebangsaan (PeKIK) Kabupaten Banjarnegara

 

Bagikan info ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *